Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mulai memungut bea keluar untuk ekspor komoditas emas pada tahun 2026. Kebijakan ini, yang akan mematok tarif antara 7,5 persen hingga 15 persen, bertujuan untuk memperkuat hilirisasi industri emas di dalam negeri dan membangun ekosistem Bullion Bank atau Bank Emas.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF), Febrio Nathan Kacaribu, memastikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi landasan kebijakan ini akan rampung pada November 2025. Pernyataan tersebut disampaikan Febrio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (18/11).
Febrio menjelaskan, pengenaan bea keluar ini seiring dengan perkembangan industri emas, yang sekaligus menyoroti tingginya minat masyarakat untuk berinvestasi emas. Namun, ia menyayangkan ketersediaan emas fisik di dalam negeri yang masih terbatas.
Permintaan emas untuk tujuan investasi melalui PT Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) saat ini sangat tinggi. “Cukup sulit bagi mereka untuk mendapatkan emas saat ini. Padahal kita adalah negara dengan cadangan nomor empat dunia,” ungkap Febrio.
Oleh karena itu, penerapan bea keluar diharapkan mampu meningkatkan suplai dan likuiditas emas di pasar domestik. Ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia.
“Kita ingin agar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Nilai tambahnya sebanyak-banyaknya dinikmati oleh masyarakat Indonesia, menciptakan pertumbuhan ekonomi dan juga lapangan pekerjaan,” tegas Febrio.

