Jakarta – Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menunjukkan optimisme kuat terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, dengan target mencapai 6 persen pada 2026. Kementerian Keuangan memperkirakan angka ini dapat tercapai, sementara BI memproyeksikan pertumbuhan di kisaran 4,9-5,7 persen untuk tahun yang sama.
Proyeksi BI ini lebih tinggi dibandingkan perkiraan 2025 yang berada pada rentang 4,7-5,5 persen. Bank sentral turut memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menguat pada 2027, mencapai 5,1-5,9 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, peningkatan konsumsi, investasi, dan kinerja ekspor menjadi motor utama pertumbuhan, sekaligus menjaga ketahanan ekonomi di tengah perlambatan global.
Inflasi diperkirakan akan tetap terkendali rendah dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen pada 2026 dan 2027. Hal ini didukung oleh konsistensi kebijakan moneter dan fiskal, sinergi pengendalian inflasi antara pusat dan daerah, serta penguatan implementasi Program Ketahanan Pangan Nasional.
Perry Warjiyo menyampaikan optimisme ini dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025 di Jakarta, Jumat (28/11). Ia menekankan bahwa stabilitas eksternal dan sistem keuangan tetap terjaga, seiring dengan perkembangan pesat digitalisasi.
Kendati demikian, Perry juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap lima tantangan ekonomi global yang diperkirakan masih berlanjut. Tantangan tersebut meliputi kebijakan tarif Amerika Serikat, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, tingginya utang pemerintah dan suku bunga negara maju, meningkatnya kerentanan sistem keuangan internasional, serta maraknya penggunaan kripto dan *stablecoin* swasta.
Untuk menghadapi dinamika tersebut, BI mendorong penguatan sinergi kebijakan nasional. Ini mencakup stabilitas makroekonomi, perluasan pembiayaan, digitalisasi ekonomi-keuangan, dan kerja sama ekonomi bilateral dan regional. Perry menambahkan, sinergi kebijakan transformasi sektor riil juga diperlukan untuk meningkatkan modal, tenaga kerja, dan produktivitas guna mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi dan berdaya tahan.
BI menyebut, transformasi sektor riil dapat dicapai melalui kebijakan industrial dan reformasi struktural yang saling melengkapi. Kebijakan industrial berfokus pada peningkatan nilai tambah produksi sektor prioritas nasional, seperti hilirisasi berbasis sumber daya alam, industri teknologi, dan padat karya. Sementara itu, kebijakan struktural diarahkan untuk perbaikan iklim investasi, persaingan usaha yang sehat, konektivitas infrastruktur, serta penguatan kebijakan perdagangan dan investasi, termasuk melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Menghadapi 2026, BI memastikan bauran kebijakan akan tetap menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan. Kebijakan moneter akan dijalankan secara *pro-stability*, sedangkan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran bersifat *pro-growth* untuk memperkuat ekspansi ekonomi.
Program pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing, serta perluasan ekonomi keuangan inklusif, termasuk dukungan untuk UMKM dan keuangan syariah, akan terus diakselerasi. BI juga mempercepat transformasi kelembagaan melalui digitalisasi dan penguatan sumber daya manusia (SDM), yang selaras dengan 10 penghargaan internasional sepanjang 2025 yang mengukuhkan posisinya sebagai salah satu bank sentral terbaik di negara berkembang (*emerging markets*).
Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan optimistis bahwa ekonomi Indonesia dapat mencapai 6 persen pada 2026. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2025 akan berada di kisaran 5,6-5,7 persen.
Purbaya menekankan, target 6 persen dapat dicapai melalui optimalisasi berbagai program pemerintah dan maksimalkan kontribusi pihak swasta. “Kita coba menciptakan *environment* seperti zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) tahun 2004. Kalau ditambahin pasti bisa lebih, saya mah optimis,” ujarnya.

