Jakarta – Penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) di sektor perbankan menjadi pendorong utama kenaikan jumlah uang beredar di masyarakat. Bank Indonesia (BI) juga menyebut kebijakan moneter longgar turut berkontribusi dalam peningkatan tersebut.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan dinamika ini dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025 yang digelar secara daring pada Selasa (22/10/2025). Ia menegaskan, kedua faktor tersebut memicu laju peredaran uang di perekonomian.
Perry menuturkan, pertumbuhan uang primer (M0) *adjusted* tercatat 18,58 persen *year-on-year* (yoy) pada September 2025. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan M0 tanpa penyesuaian (*non-adjusted*) yang sebesar 13,16 persen yoy.
Ia menjelaskan, uang primer *adjusted* merupakan uang primer yang telah memperhitungkan dampak penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) bank di Bank Indonesia. Penyesuaian ini terjadi akibat pemberian kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).
Kenaikan M0 *adjusted* tersebut, menurut Perry, terutama didorong oleh ekspansi keuangan pemerintah. Peningkatan Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat (*Net Claims on Government*/NCG) menjadi faktor signifikan dalam pertumbuhan ini.
Efek lanjutan dari kebijakan moneter longgar juga terasa pada pertumbuhan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). M2 tercatat meningkat dari 5,46 persen yoy pada Januari 2025 menjadi 7,59 persen yoy pada Agustus 2025.
Dari sisi komponen, kenaikan M2 dipengaruhi oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) yang naik dari 7,25 persen yoy pada Januari menjadi 10,51 persen yoy pada Agustus 2025.
Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan uang kartal yang bergerak dari 10,30 persen yoy menjadi 13,41 persen yoy pada periode yang sama. Perry menyatakan, faktor utama lain yang mendorong kenaikan M2 adalah peningkatan Aktiva Luar Negeri Bersih (*Net Foreign Asset*/NFA).
“Ke depan, jumlah uang yang beredar diprakirakan akan terus meningkat sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal pemerintah,” ucapnya.
Dalam RDG BI yang berlangsung pada Selasa (21/10/2025) dan Rabu (22/10/2025) tersebut, Bank Indonesia juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate. Suku bunga tetap berada pada level 4,75 persen.

